Monday, 29 September 2014

Mahfud MD Ungkap Jebakan di Balik Saran Yusril ke SBY dan Jokowi

http://ifttt.com/images/no_image_card.png

Mantan Ketua Mahkamah Konstitus, Mohammad Mahfud MD, mengeritik saran pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, yang menganjurkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan penggantinya, Joko Widodo, tidak menandatangani rancangan undang-undang kontroversial tentang pemilihan kepala daerah yang disahkan DPR akhir pekan lalu.


Seperti yang diberitakan sebelumnya, Yusril mengatakan bahwa Jokowi bisa saja tidak menandatangani RUU Pilkada, lalu mengembalikannya ke DPR untuk dibahas kembali. Alasannya karena Jokowi tidak ikut serta membahas rancangan undang-undang tersebut.


Tetapi menurut Mahfud, yang juga Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Islam Yogyakarta, saran Yusril itu “mengejutkan” dan bisa berujung pemakzulan terhadap Jokowi.


“Kalau presiden (SBY, Red) tak mau tandatangan RUU yang telah disetujui di DPR itu boleh saja dan sesuai Pasal 20 (5) UUD 1945, RUU itu berlaku sah sebagai UU,” tulis Mahfud dalam akun Twitter-nya, @mhmahfudmd, Selasa siang (30/9/2014).


“Tetapi kalau Jokowi mengembalikan RUU itu ke DPR bisa jadi masalah serius. Misalkan DPR menolak pengembalian itu, (akan) terjadi konflik tolak tarik,” imbuh Mahfud.


Menurut Mahfud, konflik itu bisa memancing sengketa kewenangan ke MK. DPR bisa berdalil presiden melanggar hak konstitusional DPR untuk membuat UU.


“Kalau DPR menang (di MK, Red) bisa dipakai alasan untuk proses impeachment karena pengkhianatan. Negara bisa gadung,” wanti-wanti Mahfud.


“Tapi kalau presiden menang, pada masa-masa berikutnya gantian DPR yang tidak mau mengirim RUU yang sudah disepakati kepada presiden sehingga tak bisa diundangkan,” tambah Mahfud.


Menurut Mahfud, baik SBY maupun Jokowi tidak akan melanggar hukum jika tidak menandatangani RUU Pilkada.


“Tetapi Jokowi jangan beri umpan dengna mengembalikan RUU itu,” saran dia.


Menurut Mahfud, ada dua cara untuk menyelesaikan kemelut RUU Pilkada. Cara pertama, beber dia, adalah melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu harus diajukan oleh masyarakat sipil.


Sementara cara kedua adalah melalui legislative review.


“Bisa dimotori oleh PDIP dan koalisinya ditambah Partai Demokrat. Mereka bisa menggalang pengusulan RUU baru,” kata Mahfud.








Sumber http://suara.com/news/2014/09/30/120325/mahfud-md-ungkap-jebakan-di-balik-saran-yusril-ke-sby-dan-jokowi/

via suara.com

No comments:

Post a Comment