Setelah RUU Pilkada disahkan menjadi UU oleh DPR dalam rapat paripurna Jumat (26/9/2014) dini hari, kekecewaan masyarakat sudah tak terbendung.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar mengungkapkan UU Pilkada sangat mengecewakan masyarakat, terutama tentang penghilangan mekanisme pilkada langsung oleh rakyat dan kemudian diubah menjadi pilkada diwakilkan ke anggota DPRD.
Itu sebabnya, Kontras membuka pendaftaran bagi masyarakat yang ingin menggugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi. Sejak Kontras membuka wadah bagi masyarakat anti UU Pilkada, jumlah dukungan terus bertambah.
Gerakan masyarakat menggugat UU Pilkada ke MK, menurut Direktur lembaga survei Populi Center Usep S Ahyar sangat mungkin bisa membuat hakim konstitusi membatalkan pengesahan mekanisme pilkada diwakilkan ke anggota DPRD dan mengembalikan lagi ke pilkada langsung.
“Bisa saja karena ada tafsir UU yang mengatakan yang dimaksud demokratis itu ya pilkada langsung,” kata Usep kepada suara.com, Minggu (28/9/2014).
Dalil lainnya yang bisa menguatkan gugatan ke MK, kata Usep, adalah DPRD tidak punya mandat dan wewenang untuk memilih kepala daerah.
Pembatalan pengesahan UU Pilkada, kata Usep, sesungguhnya masih sangat mungkin terjadi, apalagi kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki komitmen untuk mempertahankan pilkada secara demokratis melalui rakyat secara langsung.
“Sebenarnya kalau SBY punya kemauan politik untuk pilkada langsung, masih ada kesempatan dengan tidak menandatangani RUU tersebut dan dikembalikan untuk dibahas kembali,” kata Usep.
Sumber http://suara.com/news/2014/09/28/061837/mk-diprediksi-batalkan-mekanisme-pilkada-lewat-dprd/
via suara.com
No comments:
Post a Comment